Welcome To Malang – Tempat Tinggal Baru

Hi!!!! Sesuai dengan perkataanku di postingan sebelumnya, kali ini aku kembali dengan ceritaku mencari dan menempati tempat kost yang apik di kota yang terkenal dengan baksonya ini. Ehem ehem… Tes 1, 2, 3…. Baiklah, jadi begini ceritanya…

Aku berangkat ke Malang hari Senin, 16 Juli 2013 pukul 11.00. Kami beruntung karena kami tidak mengalami kemacetan di jalan. Perjalanan kami sangat lancar. Aku bisa menahan mual sepanjang perjalanan. Oke, hampir sih. Aku mencapai limitnya karena ayahku tiba-tiba mengoleskan minyak aroma terapi di jalan, yah di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam waktu kurang dari lima menit langsung deh. Kesel banget tuh… Parfum, minyak kayu putih, dan benda berbau tajam lainnya itu haram banget buatku digunakan di dalam mobil. Kalau digunakan di tempat lain mah aku tidak masalah. Sebenarnya orangtuaku sudah tahu soal ini, tapi karena liat aku baik-baik saja sampai di Jawa Tengah, mereka jadi berpikirnya kebiasaan mualku itu udah sembuh. Abis gue sampai batasnya, mereka tampaknya merasa bersalah terus tidak mencoba memakai minyak-minyak begituan lagi.

Kami tiba di Malang keesokkan harinya sekitar jam 12 siang. Jadi kami sampai di kabupaten Malang terus ke daerah Batu, setelah itu baru turun ke kota Malang. Kesan pertama yang gue rasakan di sini adalah……. GILA INI DINGIN BANGET!!!!!!!! Waktu masih di daerah Batu, kami sempat berhenti di SPBU. Aku hendak buang air kecil di toilet di sana. WOW! Airnya dingin banget!!! Gak bohong, gak lebay. Dinginnya itu kayak air yang ditaruh di kulkas. Silakan datang ke sini dan mencoba kalau anda tidak percaya. Oh iya! Aku minta maaf terlebih dahulu. Aku hanya menggunakan kota Puncak, Bandung, Jakarta dan Jogjakarta sebagai objek pembanding agar aku dapat menjelaskan bagaimana rupa kota Malang tersebut. Itu karena aku hanya pernah mengunjungi kota-kota tersebut dalam waktu lama.

Bagaimana dengan suasana, bangunan, dan tata kota di sana? Hmmm… Kota Malang (tidak termasuk Kabupaten Malang) ini agak jauh dari perkiraanku sebelumnya. Awalnya aku mengira kota ini bakal agak ‘ndeso‘ dengan banyak rumah-rumah yang tradisional dan tua, serta pasar tradisional dimana-mana. Ternyata dugaanku salah besar. Pertama kali aku tiba di Malang, aku tercengang. Kota Malang ini sangat modern. Ramai dan…. cakep banget. Ada perpaduan antara Puncak, Jakarta, dan Bandung. Waktu melewati daerah Batu, rumah-rumah di samping kiri jalan mirip dengan villa-villa di daerah Puncak. Toko-toko dan restoran yang berderet miriplah dengan yang di kawasan Depok dan Bandung. Ada jalan di Malang yang mengingatkan aku sama daerah Menteng di Jakarta. Persis. Dengan rumah-rumah besar nan mewah di sisi kiri kanannya. Jalan dua arah dibatasi dengan taman yang indah terawat. Asli, aku tidak menyangka ada tempat seperti ini di kota kecil seperti Malang.

Aku melewati pasar Belimbing, tak jauh dari tempat kostku. Pasarnya seperti Pasar Rebo sebelum dibangun (sekarangkan udah dibangun yang bertingkat kayak pasar Cibubur), tapi lebih rapi. Di sini ada pasar swalayan lokal yang menurutku wajib kamu datangi saat kamu ingin menetap di kota ini. Aku lupa nama jalannya apa tapi ini terletak di jalan sekitar Universitas Brawijaya. Jadi, kalau kamu melewati jalan utama melingkari UB, kamu seharusnya dapat menemukan pasar swalayan tersebut. Nama tokonya itu Sardo. Seperti Ramayana. Gedung tiga tingkat itu menjual berbagai macam barang, dari kebutuhan rumah tangga, perabotan, hingga pakaian. Kayak Ramayana gitulah. Kenapa tempat ini recommended banget? Harganya murah banget (kecuali pakaian remajanya yang beda sekitar 15-50ribu dari harga Jakarta). Harga barangnya jauh lebih murah daripada harga barang di Alf*mart/Ind*maret yang seringkali suka melebihi harga di warung. Jadi kalau mau belanja bulanan mending di sini. Waspadai belanja di awal bulan! Tempat ini bakal ramai sekali tentunya. Oh, satu lagi! Tidak seperti di Jakarta yang di sini mall, di sana mall, dua mall hadap-hadapan. Di sini jarang ada mall. Jarang bukan berarti tidak ada. Dan jangan berpikir karena di sini jarang, mallnya bakal seperti Mall Cimanggis atau Graha Cijantung. Yah kurang lebih kayak Cilandak Town Square-lah.

Kota Malang dikenal sebagai kota pelajar nomer 2 di Indonesia, setelah Jogjakarta tentunya. Di sini memang banyak yang namanya universitas, institut atau perguruan tinggi kedinasan lainnya. Dan beberapa jaraknya sangat berdekatan, seperti Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Brawijaya (UB), dan Politeknik Negeri Malang (Polinema)

Bagaimana dengan kemacetannya? Kemacetannya…..tidak seperti Jakarta pastinya! Hahaha…. Jalan Soekarno Hatta, jalan di depan perumahanku sering sekali mengalami kemacetan karena termasuk jalan utama di sana. Katanya macetnya minta ampun. Pas aku tiba di sini dan melewati jalan ini berkali-kali, aku langsung komentar “Ih kayak gini dibilang macetnya gila-gilaan??? Belum liat kemacetan di depan Pasar Kramat Djati sama Pasar Cisalak Depok nih orang-orang”.

Aku takut menyebrang jalan di sini. Perasaan ini sama kayak saat menyebrang jalan di daerah Depok (sepanjang jalan depan Margo City). Kalau di Jakarta dan Depok, aku takut dengan kendaraan roda empat terutama angkot, di daerah aku takut dengan motor. Ya, di daerah. Mau di Jogjakarta ataupun Malang, yang namanya motor itu suka was-wes semau jidat.

Okay, kebiasaan lama kambuh terus. Suka out of topic. Balik lagi tentang kost. Saat sampai di Malang, kami langsung ke Universitas Brawijaya untuk melihat-lihat. Jadi, ini loh kampusku. Ya udah abis itu kami berniat cari tempat kost di sekitar UB. Banyak tuh rumah rumah kecil bertingkat berderet di sini. Banyak di antaranya merupakan tempat kost. Aku mengunjungi 4-5 rumah di daerah sini. Harganya beda-beda. Rata-rata sekitar 300-500ribu/bulan. Tapi aku ga sreg di sana, apalagi ibuku. Beliau tidak tega melihat aku tinggal di tempat seperti itu. “Mana bisa mami tidur di rumah enak-enakan sedangkan kamu tinggal di tempat kumuh kayak gini.” Maksudnya kumuh kayak gini lho. Kalian tahu pemukiman padat penduduk di Jakarta? Yang rumahnya dempet-dempetan sampai susah mendapat cahaya matahari dan udara segar? Ya gak segitunya sih cuma ya mendekati itu. Walaupun padat, di sini lingkungannya masih bersih kok. Tidak banyak sampah yang berserakkan seperti permukiman kumuh yang di Jakarta. Lebar ruangannya sekitar 2×3 meter. Mayoritas sekamar untuk dua orang. Tahu gak yang ranjang bertingkat yang kayak di asrama-asrama gitu? Ya pakai itu. Langit-langitnya hanya berjarak 1 meter gitu dari si ranjang atas. Kebanyakan sih ini adalah rumah  penduduk terus dimanfaatkan buat mencari duit tambahan. Ogah sama tempat ini, aku pun membuka account twitter @infokostmalang. Dari situ aku mengetahui ada tempat kost di daerah Perumahan Griya Shanta Grand Eksekutif. Di perumahan ini, semua tempat kostnya itu benar-benar didirikan untuk menjadi tempat kost, bukan rumah orang dialihfungsikan gitu. Di tempat kost pertama, 500rb/bulan, satu kamar untuk satu orang, spring bed, lemari, meja, kursi, dapur umum yang menyediakan rice cooker. Kalau membawa kipas angin atau barang elektronik sejenisnya selain laptop dan handphone maka akan dikenakan biaya tambahan. Tadinya mau pilih tempat ini, tapi bangunan ini baru dibangun dan baru bisa ditempati awal bulan Agustus. Otomatis aku tidak bisa di sini dong. Aku kan tidak balik ke Jakarta, aku langsung menetap di sini. Kemudian aku pergi ke tempat selanjutnya. Ruangannya besar, ranjangnya lebar, kursi, lemari, meja, AC, TV, dan kamar mandi di setiap kamar. WOW! Ini tempat kost atau hotel. Hahahaha… Harganya 1,5juta/bulan. Pindah lagi ke tempat berikutnya. Persis seperti yang harga 500rb itu, hanya saja ruangannya sedikit lebih besar. Harga perbulannya 750ribu. Ayahku sudah sangat kelelahan karena sudah menyetir dari kemarin (meski sudah sempat 6 jam beristirahat di jalan). “Sudah ambil aja yang itu,” ujarnya. Aku masih tidak puas dengan itu. Menurutku harga dengan fasilitas yang ditawarkan tidak seimbang. Akhirnya kami tiba di tempat kost yang aku tinggali sekarang. Bangunan baru dengan segala fasilitas yang masih baru. Ada 16 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur umum dan 7 kamar mandi. Bangunannya bertingkat. Satu kamar untuk satu orang, spring bed, lemari, meja, kursi, rak sepatu pada setiap kamar, 1 galon air mineral ukuran 6 liter, 1 rice cooker dan 1 TV yang bisa dipakai bersama, serta Wi-Fi (ini penting banget). Kalau membawa kipas angin, laptop, setrikaan tidak dikenakan biaya tambahan, kecuali kalau membawa TV, dispenser, dan alat elektronik lainnya yang membutuhkan listrik dengan kapasitas yang besar. Perbulan 600ribu dan harganya akan tetap sampai aku keluar dari tempat ini. Jadi kalau aku masuk dengan harga 600rb, sampai aku lulus nanti aku tetap mendapat harga segitu. Begitu pula dengan mahasiswi yang baru datang tahun depan. Masuk 650ribu (misalnya), sampai bulan terakhir dia tinggal tetap dengan tarif 650rb/bulan. Aku menetapkan hati sama tempat ini. Ayah dan ibu diperbolehkan tinggal sementara di sini jadi tidak perlu mencari hotel lagi.

Saat aku datang yang masih kosong itu sekitar 7-8 kamar. Namun sekarang, tanggal 22 Juli 2013, kamar yang bersisa tinggal satu. Teman kostku hanya satu orang, mahasiswi tingkat akhir di Polinema, sisanya baru menetap di sini bulan Agustus/September. Ibu kostku namanya Kak Ella. Ya, aku memanggilnya ‘kak’ karena dia masih muda, baru saja lulus dari Universitas Negeri Malang. Rumahnya ada di samping tempat kostku. Awalnya aku kira beliau itu galak dan tegas, ternyata beliau baik banget orangnya. Banget bangetan deh. Rajin sapa dan menanyakan kabar, suka bagi-bagi makanan (maklum masih berdua ini anak kostnya, kalau dah banyak kan rugi), mengantarkan aku keliling UB dan belanja di Sardo, serta meminjamkan aku laptopnya. “Udah pakai aja. Sudah jarang dipakai ini. Kalau mau dibawa ke kamar juga gak apa-apa. Filmnya banyak. Tonton saja.” Gila baik banget dia. Sampai segitunya. Dan karena itu sekarang aku kembali lagi menulis. Capek kali mengetik di layar handphone. Apalagi sebanyak ini.

Keseharianku di tempat kost ini: pagi-pagi menunggu tukang sayur, masak, kalau ada pakaian kotor ya dicuci, nyapu, nyicil tugas PK2MU, menulis di blog, nonton film, dan satu lagi…. setiap sore, sekitar jam 4-an, aku pasti ke jalan depan rumahku, Jalan Soekarno Hatta. Pas bulan puasa, jalanan ini mendadak jadi pasar takjil setiap sorenya. Macam-macam makanan dan minuman yang menggoda selera ada di sini. Buat aku yang doyan wisata kuliner, momen ini sangat sayang untuk dilewatkan.

Dari hari pertama aku tinggal di sini sampai sekarang, aku sudah merasa betah dan nyaman. Betah sama tempat kostnya, betah sama kota Malangnya itu sendiri. Kalau sama UB….. aku belum bisa bilang iya apa enggak, masuk kuliah aja belum. Aku jadi ingat waktu perjalanan berangkat ke Malang, kami melihat pelangi di langit, terbentang tepat di depan kami. Ibuku bilang itu sebagai pertanda kalau di sana (Malang) aku akan tumbuh dan berkembang jadi pribadi yang dewasa, sukses, dan bijaksana. Amin… Semoga saja begitu… Aku berharap apa yang aku pilih sekarang sejalan dengan kehendak-Nya. Semoga ini adalah yang terbaik bagiku…

Leave a comment